Kamis, 27 Maret 2008

Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Bengkulu ”Kenyataan dan Impian”

Oleh: Hexa Prima Putra*

Dalam implementasinya program HKM (hutan kemasyarakatan) di propinsi Bengkulu melibatkan 58 kelompok dan 2.086 anggota dengan luas intervensi lahan 2.032,5 hektar yang tersebar di 7 desa disepanjang daerah aliran sungai Musi atau di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun Register 5, dari jumlah tersebut sebagian besar masuk dalam cakupan administrasi pemerintahan Kabupaten Kepahiang sebanyak 6 desa dan 1 desa masuk wilayah adminisrtasi Kabupaten Rejong Lebong.

Secara geografis pelaksanaan program HKm tahun 2001 di Provinsi Bengkulu mencakup wilayah hutan lindung Bukit Daun register 5 yang orbitasinya terletak diantara 03 21’ 50,09” LS dan 102 21’ 02,15” BT. Secara teknis penataan unit dan pembangunan HKm terbagi dalam 4 Unit Pembangunan Pengusahaan Hutan (UPP), yaitu :
1. UPP HKm Air lanang–Tanjung Alam dengan luasan kelola 506 Ha ( Desa Air Lanang dan Desa Tanjung Alam).
2. UPP HKm Tanjung Alam–Ujan Mas dengan luasan kelola 524 Ha (Desa Ujan Mas dan Desa Tanjung Alam)
3. UPP HKm Tebat Monok–Kelilik–Kandang dengan luasan kelola 492 Ha (Desa Tebat Monok, Desa Kelilik dan Desa Kandang)
4. UPP HKm Air Selimang dengan luasan kelola 533 Ha (Desa Air Selimang)
Guna mendukung operasionalisasi pelaksanaan dan pengelolaan program HKm maka di masing-masing UPP tersebut dibentuk kelompok tani dan koperasi HKm, yang terdiri-dari :
1. UPP HKm Air lanang–Tanjung alam dengan nama Koperasi ALTA BIMA KARYA terdiri dari 14 Kelompok Tani
2. UPP HKm Tanjung Alam–Ujan Mas dengan nama Koperasi MAS TANI MAKMUR terdiri dari 16 Kelompok Tani
3. UPP HKm Tebat Monok–Kelilik–Kandang dengan nama Koperasi TEMON KELINDANG terdiri dari 17 kelompok Tani
4. UPP HKm Air Selimang dengan nama Koperasi SELIMANG JAYA terdiri dari 13 Kelompok Tani.
Budidaya tanaman pokok pada program HKm adalah tanaman kemiri (Aleurites moluccana) dan beberapa jenis tanaman pengayaan lain seperti Durian, Petai, Pinang, Bambu dan Jengkol. Jarak penanaman tanaman pokok (kemiri) yaitu 8 x 8 meter dengan jumlah peruntukan tanaman sekitar 90 pohon tiap hektarenya.
Sebagai dasar pijakan hukum awal berjalannya program HKm di Provinsi Bengkulu adalah dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan HKm. Dalam keputusan ini mensyiratkan bahwa masyarakat setempat dapat memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk kesejahteraan secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya serta berprinsip pada kondisi ekosistem, situasi sosial-ekonomi dan budaya setempat. Hal ini berkolerasi dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Ketahun Propinsi Bengkulu, Bapak Ir. Mintarjo. M. MA bahwa program HKm merupakan pintu rehabilitasi kawasan hutan, tata ruang wilayah serta pintu pemanfaatan bagi masyarakat untuk mengelola kawasan hutan negara, dan indikator keberhasilannya haruslah di tentukan oleh masyarakat itu sendiri.
Pada perkembangan selanjutnya sejak implementasi HKm tahun 2001 di Provinsi Bengkulu maka pemerintah menerbitkan aturan yang lebih terinci tentang mekanisme pelaksanaan HKm, yaitu dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan dan Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan No. 37 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan HKm.

Berangkat dari tata aturan terbaru tentang HKm sebagaimana tersebut, maka Yayasan Konservasi untuk Sumatera (YKS) berinisiatif melakukan kajian tentang bagaimana implementasi HKm di Provinsi Bengkulu tahun 2001 ditinjau dari sisi kemanfaatan secara ekologis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Berdasarkan investigasi data dan informasi yang didapat YKS, untuk setiap hektare lahan kelola yang digarap masyarakat ditanam 90-95 pohon Kemiri, 4 -15 pohon Durian, 225 pohon Pinang, 15 - 25 pohon Jengkol, 15 pohon Petai serta tanaman bambu yang ditanam disepanjang aliran sungai (DAS Musi).
Saat ini, setelah program HKm berjalan selama kurang lebih 7 tahun pohon-pohon budidaya sebagaimana tersebut tetap terpelihara dan tumbuh dengan baik, perkembangan ini menurut Kepala Desa Ujan Mas Atas (Hamdani Sanusi) menunjukkan dari 15 kelompok yang masuk UPP TAUM rata-rata persentase tanaman yang hidup 40% kemiri, 30% durian, 25% petai dan 35% pinang. Hal ini seiring dengan hasil pengamatan lapangan YKS yang menunjukkan secara fisik pohon kemiri telah memiliki tajuk yang rimbun dengan perkembangan diameter batang rata-rata mencapai 30-40 cm.
Dengan kondisi ini, secara ekologis berdasarkan perkembangan pohon dan kondisi iklim mikro yang terbentuk dibawahnya maka tujuan menghutankan lahan-lahan kritis dan mengembalikan fungsi lindung hutan melalui program HKm secara berangsur-angsur menunjukkan hasil yang signifikan.
Bila mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No. 37 tahun 2007, secara prinsipil disebutkan bahwa ”Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup” (Pasal 4). Jadi, dengan pernyataan ini dapat disebutkan bahwa selain memenuhi manfaat ekologis, HKm harus berjalan dengan memberi manfaat ekonomi, sosial dan budaya.
Hasil kajian yang dilakukan YKS menunjukkan bahwa pada aspek ekonomi implementasi program HKm sampai saat ini belum memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat yang menjadi sasaran program. Pohon kemiri yang saat ini telah tumbuh baik dan subur tidak mampu memberikan hasil buah yang dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat sasaran program. Menurut masyarakat Kondisi ini terjadi sebagai akibat pengadaan bibit yang didatangkan dari luar daerah, dimana ada ketidaksesuaian bibit dengan kondisi lokal baik secara budaya tanam, kondisi lahan maupun iklim.

Secara faktual kondisi terkini hasil implementasi program HKm tahun 2001 telah memberikan gambaran ketidakseimbangan dalam rangka pemenuhan kemanfaatan program, terutama bagi masyarakat yang selama ini ikut serta mengelola lahan HKm. Ke depan, ketidakseimbangan ini harus dijawab dengan memperbaiki pola pelaksanaan dan pengelolaan serta mekanisme hubungan para pihak terkait yang memiliki kepedulian atas keberlanjutan program Hutan Kemasyarakatan.

Hexa Prima Putra :Direkatur YKS Bengkulu