Kamis, 27 Maret 2008

" Hutan Adat Desa Batu Kerbau"

Oleh : RD Dt Rangkayo Endah*

LATAR BELAKANG

Desa Batu Kerbau merupakan salah satu desa tua di Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo. Sejarah berdirinya diawali dengan kedatangan Datuk Sinaro Nan Putih yang turun dari alam Minang kabau, tepatnya Pagaruyung Tanah Datar.



Secara administratif desa ini memiliki wilayah sangat luas. Menurut masyarakat desa ini memiliki luas antara 30.000 - 40.000 Hektar. Sebagian wilayah desa adalah kawasan hutan ( TNKS, Hutan Produksi, Hutan adat dan hutan lindung desa). Selebihnya adalah Perkebunan masyarakat dan pemukiman. Desa ini memiliki 4 dusun yaitu Dusun Batu kerbau sebagai pusat pemerintahan, dusun Lubuk Tebat, dusun Belukar Panjang dan dusun Simpang Raya.

Sejarah Pembentukan Hutan Adat dan Lindung Desa serta Lubuk Larangan
Dari seri diskusi dan proses belajar yang dilakukan dengan tokoh adat, tokoh agama, pemuda, pemerintahan desa dan perempuan ”dapat dicatat” sejarah pembentukan Hutan adat dan Lindung Desa serta Lubuk larangan yang sudah dimulai sejak tahun 1987/1988. Hal ini ditandai dengan adanya kesepakatan untuk menetapkani hutan disekitar sungai Seketan sampai batang Mai seluas sekitar 1000 Hektar menjadi hutan Lindung desa yang didalamnya terkandung salak alam lokal, air terjun, pohon sialang dan berbagai jenis tanaman obat yang dimanfaatkan masyarakat. Selain itu berbagai jenis kayu dan rotan serta tanaman lainnya masih banyak terkandung di kawasan tersebut. Kawasan tersebut lebih ditekankan untuk fungsi perlindungan Sumberdaya Alam untuk anak cucu. Didalam Kawasan ini juga terdapat air terjun 4 tingkat yang cukup menarik. Untuk memenuhi kebutuhan akan bahan ramuan perumahan, saran umum dan kepentingan masyarakat adat di dalam kampung ditetapkan hutan Hutan adat untuk dusun Batu kerbau yaitu dengan di sepakatinya hutan disekitar Bukit Padendang dan bukit Manggis yang luasnya diperkirakan lebih kurang 750 Ha.

Kesepakatan ini sebenarnya lahir dari kekhawatiran masyarakat terutama tokoh adat dan pemerintahan Desa pada waktu itu akan ketersediaan sumber daya alam seperti kayu untuk perumahan bagi anak cucu masa mendatang sudah tidak ada lagi. Hal ini disebakan pada tahun tersebut HPH PT. Mugitriman dan PT. Rimba Karya Indah beroperasi disekitar Desa Batu kerbau. Dengan beroperasinya perusahaan menyebabkan hak masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya hutan menjadi hilang. Bahkan masyarakat memotong getah Jelutungpun dikejar dan diusir oleh petugas perusahaan.

Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintahan Desa dan beberapa tokoh Adat Batu Kerbau datang menemui pimpinan perusahan di lapangan, untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Namun niat baik masyarakat tersebut tidak ditanggapi oleh perusahaan , malah perusahaan mempertegas larangannya bahkan mengancam masyarakat untuk tidak memanfaatkan kayu atau sumber daya hutan lainnya walaupun untuk keperluan hidup. Dengan dalih perusahaan sudah memiliki izin atau diberikan hak oleh pemerintah untuk menguras kayu yang ada diwilayah adat/Desa Batu Kerbau.

Namun keinginan dan tekat masyarakat tersebut terus dipupuk dan diperjuangkan. Pada tahun 1998 masyarakat dari dusun Belukar Panjang juga menyepakati untuk menunjuk Hutan disekitar Bukit Pauh menjadi Hutan Lindung dusun Belukar Panjang. Sedangkan masyarakat dari Dusun Batu Kerbau juga terus memperjuangkan keinginan untuk membentuk dan mempertahankan kawasan yang telah mereka tetapkan pada tahun 1988 tersebut

Seiring dengan bergulirnya reformasi dan masyarakat makin merasakan dampak yang ditimbulkan oleh pengambilan kayu oleh HPH yaitu dengan keruhnya air sungai dimusim hujan dan kecinya air pada musim kemarau serta mulai langkanya ikan Sma , Baung, Barau serta jenis ikan lainnya di batang Pelepat., maka aspirasi untuk memperjuangkan hutan Adat dan Hutan Lindung Desa serta Lubuk larangan makin meningkat.
Pada pertengahan tahun 1999 setelah HPH tidak beroperasi lagi, terjadi penebangan hutan Adat Dusun Batu kerbau oleh oknum Masyarakat dari luar Desa. Untuk menyeselaikan masalah ini masyarakat mencoba dengan menerapkan sangsi adat kepada pelaku. Tetapi hasil yang dicapai tidak memuaskan karena pelaku bersikeras tidak mau melaksanakan denda adat dengan alasan tidak ada bukti tertulis yang menyatakan kawasan tersebut merupakan Hutan Adat Batu kerbau.

Berdasarkan pengalaman pahit tersebut pada akhir tahun 1999, masyarakat Batu Kerbau bersama KKI-Warsi mengumpulkan dan mendokumentasikan semua aturan adat yang menyangkut pengelolaan Hutan Adat dan Hutan Lindung Desa serta Lubuk Larangan di Batu Kerbau. Kemudian aturan-aturan yang telah tercatat tersebut di musyawarahkan di tingkat dusun maupun Desa. Hasil musyawarah kemudian disosialisasikan kepada seluruh masyarakat untuk dimintakan lagi tanggapanya melalui pengumuman di Masjid ataupun menempelkan di tempat yang srategis.

Pada Bulan Juli tahun 2000, masyarakat Batu Kerbau (70 orang) sepakat untuk bersama sama mengukur dan memetakan Hutan Adat dan Lindung Desa di dusun Batu Kerbau. Dengan memakan waktu 4 hari dengan perbekalan yang seadanya proses pemetaan dapat diselesaikan. Selanjutnya pada Bulan September 2000 Masyarakat Dusun Belukar Panjang(30orang) pun melakukan hal yang sama . Kemudian diikuti oleh Masyarakat dusun Lubuk Tebat (29 orang) pada bulan Oktober tahun 2000. Peta hasil pengukuran masyarakat setelah disepakati ditingkat kampung kemudian dinegosiasikan bersama dengan Pemerintah Kabupaten untuk mendapat pengakuan. Dibutuhkan waktu 2 tahun untuk menyakinkan pemerintah kabupaten. Awal tahun 2002 Bupati Bungo membentuk tim ”pengecekan batas dan kepastian Hutan Adta Batu Kerbau. 2 Hari tim yang terdiri dari BPN, Dinas Kehutanan Bungo, Bagian Hukum, Bagian Pemerintahan SETDA, Pihak Kecamatan, Perwakilan Maysrakat dan fasilitator KKI-Warsi melakukan pengambilan titik dan cek batas. Kemudian setelah diketahui kebenaran hasil pemetaan semua anggota team membuat berita acara dan merekomendasikan kepada Bupati Bungo untuk mengukuhkan Hutan Adat desa Batu Kerbau melalui SK Bupati.

Untuk persiapan awal Sekitar bulan Agustus tahun 2000, masyarakat melalui musyawarah di setiap dusun membentuk kelompok pengelola dan menyusun rencana kerja serta tugas dari pengurus tersebut. Hasil kesepakatan ini kemudian di SK kan oleh Kepala Desa Batu Kerbau dan di tembuskan keberbagai instansi terkait .

Dari hasil pemetaan dan dari berbagai pertemuan-pertemuan yang dilakukan, baik ditingkat dusun maupun melalui musyawarah Desa maka lahirlah “ Piagam Kesepakatan Masyarakat Adat Desa Batu Kerbau Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam”. Piagam inilah yang dijadikan sebagai peraturan yang mengatur pengelolaan Hutan Adat, Hutan Lindung Desa dan Lubuk Larangan di desa Batu Kerbau

Untuk mensosialisasikan piagam ini kepada desa-desa tetangga, maka dilakukan upaya dengan mengadakan dialog dan pertemuan dengan tokoh masyarakat dan pemerintah Desa setempat.

Pada awal Juli 2001 , bertempat di ruang pertemuan Bappeda Bungo dilakukan Workshop yang dihadiri berbagai pihak . Workshop ini bertujuan untuk mensosialisasikan apa yang telah dikerjakan oleh masyarakat Batu Kerbau. Dan yang tidak kalah pentingnya kegiatan ini sekaligus dijadikan sebagai upaya untuk mencari dukungan dan pengakuan dari berbagai pihak terhadap usaha yang masyarakat lakukan pengelolaan sumber daya alam . Dalam Workshop tersebut Masyarakat ”meminta” kepada Bupati untuk dapat mengukuhkan Hutan Adat, Hutan Lindung desa dan Lubuk larangan, serta menetapkan piagam kesepakatan yang telah disusun bersama dijadikan peraturan yang mengatur sistem pengelolaannya melalui Surat Keputusan Bupati

Pada workshop tentang hutan adat juli 2001 tersebut keinginan untuk memperoleh SK Bupati meluncur keluar dari lubuk hati salah seorang tokoh Batu Kerbau ”Bagi kami Keluarnya SK Bupati saat ini sangat penting agar kasus penebangan dan pelecehan terhadap adat dan desa kami tidak terulang lagi, tapi untuk masa mendatang kami rasa aturan yang lebih tinggi mungkin belum cukup. Karena tantangan makin berat, semua orang melirik desa kami, apalagi aksi pengambilan kayu balok di daerah kami makin meningkat dan Saw mill terus bertambah, perkebun terus menerus akan masuk dan entah apa lagi”.

Lewat negoisasi dan diskusi yang sangat alot dan melelahkan, akhirnya Bupati Bungo mengeluarkan SK NO 1249 tertanggal 12 Juli 2002 tentang penetapan Hutan Adat Desa Batu Kerbau. Sk tersebut dengan jelas menerangan luasan dan titik koordinat serta menyatakan bahwa Piagam Kesepakatan pengelolaan Sumberdaya Alam Batru Kerbau merupakan bentuk Pengelolaan Hutan Adat, sekaligus mengakui peta hasil pemetaan partisipatif merupakan peta wilayah kelola yang sah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari SK tersebut. Untuk mensosialisasikan SK tersebut ke pada semua pihak di kabupaten Pemda Bungo dan Lembaga adat Kabupaten mengagendakan peresmian Hutan Adat batu Kerbau oleh Gubernur Jambi dengan menandatangani prasasti Hutan adat , pada acara Hari Jadi kabupaten Bungo Oktober 2002. Acara tersebut diliput media dan diikuti oleh semua perwakilan adat, tokoh masyarakat, perguruan tinggi dan Eksekutif maupun Legislatif yang ada di kabupaten Bungo.

*RD Dt Rangkayo Endah: Fasilitator senior KKI-Warsi Jambi