Kamis, 27 Maret 2008

Usahatani… Mengapa Direncanakan…?

Oleh: Sutono *

“ Jadi bapak-bapak sekalian….. sebenarnyo berapo keuntungan yang bapak-bapak dapatkan dari kebun karet sehektar dalam setahun…… ?”. Kami semua yang hadir terdiam, suasana menjadi hening….



Akhirnya pak Elwa memacah keheningan ini “ Jadi…. Kita tidak tahu persis berapa keuntungan atau bahkan mungkin kerugian yang kita dapat dari usahatani karet kita per hektar per tahun…? itu menandakan bahwa kita tidak memiliki perencanaan dalam rangka usahatani tersebut. Hal seperti ini memang tidak hanya terjadi di tempat kita ini, tapi hal ini sudah menjadi ciri dari pertanian tradisional di semua tempat di Indonesia ini dan jumlahnya masih sangat dominan. Sebenarnya secara teknis dan ekonomis proses pengambilan hasil dari tanah atau alam dapat dibedakan atas dua yaitu Pertanian Ekstraktif yang mengambil hasil dari alam dan tanah tanpa usaha untuk mengembalikan sebahagian hasil tersebut untuk keperluan pengambilan dikemudian hari, dan Pertanian Generatif yaitu pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan, pemupukan dan lainnya baik untuk tanaman maupun untuk hewan. Pada Pertanian Generatif, petani harus mengadakan perhitungan tentang berapa luas tanah?, berapa banyak bibit yang diperlukan? berapa tenaga yang diperlukan? Berapa sarana produksi (pupuk dan obat) yang dibutuhkan beserta macamnya? Semuanya itu harus didasarkan pada perhitungn efisiensi, atau perhitungan ekonomi.”

Dari uraian Pak Elwa itu, saya mencoba untuk merefleksikannya dengan keadaan usahatani kami saat ini. Rasanya kami tidak lagi berada pada tipe pertanian ekstraktif karena kami sudah berusaha menanam dan berupaya untuk mendapat hasil yang berkelanjutan dari usahatani karet tersebut, namun kami belum pula sepenuhnya berada pada tipe pertanian generative karena kami dalam berusahatani tidaklah memperhatikan perhitungan ekonomi dan teknik budidaya secara baik. Jadi saya berkesimpulan bahwa kami berada pada transisi dari dua tipe pertanian tersebut.

Pak Kholil Balkan salah saeorang peserta lainnya kemudian nyeletuk dengan logat Melayu Jambi aslinya, “ Yo nian lah pak, terus terang sayo lah nanam karet hampir 30 tahunan, yang sayo tau, selamo ko penghasilan sayo cukup lah untuk bikin dapur berasap, nyekolahkan anak, ado anak sayo yang kuliah di Lampung, biso jugo lah beli motor dan lain-lain. Tapi rasonyo sayo dak ado tentu barapo nian keuntungan pasti dari kebon sayo, keuntungan yang bapak maksud tu kan hasil yang kito dapat dari manjual getah dikurangi dengan biaya yang kito keluarkan… kato orang tu biaya operasional…. “. Pak Kholil ini adalah salah seorang tokoh masyarakat Lamban Sigatal, beliau adalah ketua Kelompok Harum Manis yang merupakan kelompok tani karet. Melihat kehidupannya sehari-hari, rasanya beliau termasuk sukses dalam ushatani karet, selain karet beliau juga telah menanam jernang baik di sekitar rumahnya maupun di kebun karetnya.
“ Betul pak Kholil, keuntungan adalah jumlah pendapatan bersih setelah dikurangi dengan biaya atau cost, dalam bahasa Sepintun sering disebut benefit dikurangi cost. Benefit atau pendapatan kotor adalah jumlah dari total produksi (KG) di kalikan dengan harga per KG. Dalam usahatani karet misalnya jumlah lump, ojol dikalikan dengan harga dan dalam usahatani jernang biasanya jumlah lulun/meson dikalikan dengan harga. Nah, cost atau biaya ada dua macam yaitu pertama Biaya Tetap, yakni biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang yang tidak habis terpakai dalam satu musim usahatani, misalnya lahan dan peralatan, yang kedua Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) yakni biaya yang jumlahnya selalu berubah sesuai tahapan usahatani, misalnya beli pupuk, bibit, BBM, racun hama dan lain-lain”. Pak Elwa berhenti sejenak dari uraiannya karena melihat salah seorang peserta sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, dan mempersilahkannya.

Ternyata Pak Asmuni, salah seorang peserta lainnya dan beliau adalah mantan Kepala Desa Lamban Sigatal pun ikut menimpali “betul pak, sayo yakin sebagian besar masyarakat kami dak membuat perencanaan usahatani dan hitung-hitungan tersebut, yang penting kami nanam dan sudah nanam sudah lah, kadang terlantar, tau-taunya dari 500 bibit yang kami tanam per hektar yang hidup Cuma 300. Nah kami dak tau berapo kerugian yang kami tanggung. Sebenarnya kami dak ngerti jugo caro menghitung-hitung itu pak, nampaknyo rumit nian, kami ini malas samo yang rumit-rumit tu… Jadi macam mano caro ngitung itu pak, sulit nian dak ? “
Mendapati pertanyaan demikian Pak Elwa spontan menjawab dengan nada sedikit tinggi “ Tidak Sulit ….. ! Saya berani berani bilang tidak sulit karena perhitungan tersebut didasari pada proses produksi dari usahatani karet ataupun jernang yang bapak-bapak sudah lakukan berpuluh-puluh tahun itu. Apa saja yang dilakukan dan apa pula yang dibutuhkan dalam membangun kebun karet mulai dari mempersiapkan lahan, membibitkan, menanam, memelihara sampai panen dan pasca panen itu kan bapak-bapak ini ahlinya…. Tinggal bagaimana hal itu di konversi nilai ekonomisnya atau nilai rupiahnya…. Hal ini nantinya akan kita diskusikan secara lebih focus pada diskusi kelompok. Nah, sebelum kita pembagian kelompok, apa masih ada yang mau disampaikan…. ?

Tawaran pak Elwa itu langsung disambut oleh M. Taufik, Kepala Desa Lamban Sigatal yang juga menjadi peserta pada pelatihan ini, “ Saya pak… ! bagaimana dengan kegunaan perencanaan dalam suatu usaha tani, tadi belum bapak berikan ulasannya. Terus, saya kira kita semua perlu benar-benar serius tentang pelatihan ini, sebab begini pak…. Desa kami ini akan ikut dalam program revitalisasi dan peremajaan karet dari Pemerintah Provinsi, setiap petani bisa mendapatkan pinjaman lebih kurang Rp. 18.000.000 (delapan belas juta rupiah) per hektar, dan mulai dikembalikan pada delapan tahun kemudian. Jadi kami perlu membuat hitung-hitungan jangan sampai duit habis kebun dak jadi, hutang dak terbayar. Terus bagaimana trik (mungkin yang dimaksudnya adalah indicator) untuk menentukan sebuah rencana usaha itu layak untuk dilaksanakan….. ? Terima kasih “ Meski agak terbata-bata, namun kades sepertinya berusaha menampilkan logat berbahasa Indonesia secara baik, maklumlah…… kadeess….

Pak Elwa sepertinya langsung menanggapi pertanyaan Kades tersebut “ Ya… Kegunaan dari perencanaan usaha itu yang Pertama Sebagai petunjuk dalam melakukan kegiatan dan strategi dimasa yang akan datang, yang kedua Menarik minat lembaga keuangan atau investor yang akan memberi bantuan modal usaha dan yang ketiga untuk menunjukkan bahwa penyusun rencana usaha memahami usaha tersebut dan memiliki rencana tindakan yang akan dilakukan agar usahanya berhasil. Kemudian Tentang trik atau mungkin indikator untuk menentukan usaha itu layak atau tidak adalah : Pertama mari kita lihat Masa Pengembalian Biaya atau Payback Period, kalau dak bakal balik modal ya usahanya jadi dak layak….. Yang kedua kita lihat Perbandingan antara Penerimaan dan Biaya atau R/C, kalau penerimaan lebih kecil dari biaya itu artinya besar pasak daripada tiang, lokak usaha jadi gulung tikar, dan yang Ketiga coba kita lihat Perbandingan Keuntungan dan Biaya atau B/C semakin besar tentu akan semakin baik. Kemudian pak Elwa menutup uraiannya “ baik bapak-bapak kalau tidak ada lagi pertanyaan, mari kita lanjutkan dengan pembagian kelompok untuk diskusi. Terima kasih.”

Salam Penulis
CARITO’S CAKENANG
(CAtatan RIngan TOno si CAlon toKE jerNANG)
Koordinator Program Gita Buana Jambi