Selasa, 01 April 2008

"QOU VADIS" PELATIHAN PERATURAN DESA

Oleh: Pandong/2 April 2008

“Menurut aparat pemerintahan desa, mereka membutuhkan pelatihan Peraturan Desa”! Demikian kata seorang pendamping desa KKI-Warsi sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kantor pusat di kota Jambi. Kemampuan teknis pembuatan Peraturan Desa kah? pemahaman terhadap sistem pemerintahan desa sehingga pemerintahan desa berjalan efektifkah? Pertanyaan-pertanyaan ini membelit dalam kepala saya, ketika ditawari untuk memfasilitasi pelatihan pembuatan peraturan desa. Sampai saat pelatihan tersebut dilaksanakan di desa lubuk napal kecamatan pauh kabupaten sarolangun hari sabtu-minggu tanggal 22-23 Maret 2008 pertanyaan tersebut mengalir dan menemukan alirannya.




Dalam pelatihan tersebut saya diskusi dengan masyarakat, dan mereka mengatakan bahwa aparatur desa tidak mengetahui fungsi, peranan, tugas dan kewenangannya, sehingga pemerintahan tidak berjalan secara efektif maka, dibutuhkan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman aparatur desa tehadap tugas dan kewenangan tersebut!, menurut saya, hal tersebut tidak akan menjawab persoalan tadi. Karena bicara tentang fungsi, peranan, tugas dan kewenangan yang dijelaskan adalah tentang peraturan yang terkait dengan pemerinathan desa. Padahal pertanyaan mendasar yang mesti dilontarkan. Kenapa kita butuh pemerintahan? Untuk apa? Lantas sistem yang bagaimana bisa menjawab untuk apa tadi.

Pertanyaan tersebut, akan mengarahkan pada sebuah pemahaman yang mendasar tentang pemerintahan, pembahasannya juga akan mengarah kepada sejarah, nilai-nilai/prinsip-prinsip. Sehingga melahirkan sebuah pemahaman yang mendasar tentang tujuan dari pemerintahan. Ketika pemahaman tersebut terbangun. Maka, masyarakat bisa menilai pemerintahan yang ada, apakah sesuai dengan prinsip-prinsip asasi dari pemerintahan tersebut. Lantas kalau tidak sesuai, sistem seperti apa yang dapat memfasilitasi tujuan pemerintahan tersebut.

Jadi, yang dibutuhkan bukan pelatihan teknis atau mengetahui tugas, fungsi dan kewenangan suatu pemerintahan yang telah ditentukan oleh undang-undang tetapi melakukan pencerahan terhadap pemahaman masyarakat tentang tujuan pemerintahan itu ada.

Pada pemerintahan terendah yakni desa, telah ada peraturan teknis yang mengatur tata pemerintahan desa tersebut. Diawali dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Daerah Kabupaten dan Peraturan Bupati yang mengatur secarat teknis pelaksanaan ditingkat desa. Format-format surat, kerangka Peraturan Desa, daftar isian data monografi desa. Semua telah diberikan oleh pemerintahan kabupaten dengan bentuk buku panduan. Paling tidak hal tersebut ada pada 5 (lima) kabupaten yang saya lihat secara lansung di propinsi Jambi, yakni Kabupaten Batanghari, Tebo, Bungo, Merangin dan Sarolangun. Jadi secara teknis pembuatan peraturan desa tersebut sudah mempunyai panduannya.

Pelatihan permbuatan Peraturan Desa ini, paling tidak sudah saya pasilitasi pada 3 (tiga) aparatur desa, yakni, desa Jelutih kabupaten Batanghari, desa batu kerbau kabupaten bungo dan desa lubuk napal kabupaten sarolangun. Dari pengalaman tersebut, saya melihat bahwa bukan kemampuan teknis membuat Peraturan Desa yang sangat penting di pamahami oleh masyarakat desa. Tetapi, pemahaman terhadap prinsip-prinsip mendasar dari sebuah sistem pemerintahan.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengembangan diskusi kritis ditengah-tengah masyarakat. Diskusi kritis dapat disesuikan dengan situasi dan kondisi desa serta usia komunitas yang ada dalam diskusi tersebut.

Situasi dan kondisi pada masyarakat nelayan, petani dan buruh jelas mempunyai karakter yang berbeda. Seorang pendamping mesti mempunyai pemahaman terhadap karakter masyarakat tersebut sehingga proses diskusi kritisnya bisa berjalan. Tentang usia, dibutuhkan pemahaman psikologi sosial, sehingga pada orang dewasa mesti melakukan pendekatan “andargogi”. Pendidikan orang dewasa dengan lebih mengutamakan pada proses. Dengan siklus merasakan/mengalami-menyimpulkan-melaksanakan kembali.

Jadi, pelatihan pembuatan peraturan desa merupakan pintu masuk saja bagi pendamping untuk menggerakan masyarakat menjadi masyarakat yang kritis!. Masyarakat kritis adalah masyarakat sadar akan hak dan mampu mempertahankan dan memperjuangkan hak tersebut.

Bravo…


Read More......

MASYARAKAT KRITIS

oleh:pandong/1 April 2008

secara adat! kami berhak atas lahan ini, negara telah merampas hak kami, dengan memberikan izin HPH kepada P.T Injapsin. kami akan memperjuangkannya. demikian ungkapan datuk bakar, tokoh masyarakat adat margo pembarap di desa guguk kecamatan renah pembarap kabupaten merangin jambi.



pada era reformasi kata-kata kritis sering kita dengar dikalangan masyarakat. kadang kritis diapresiasikan kepada tindakan seseorang yang melakukan ktitik terhadap pemerintah. hal tersebut mungkin tidak ada salahnya. sikap kritis muncul karena adanya pemahaman terhadap persoalan yanga ada, sehingga pemahaman tersebut menjadi landasan untuk menilai sesuatu dan menawarkan solusi dari permasalah yang ada.

jadi, kritis tersebut bukanlah sesuatu yang kosong dan tanpa konsep. jika, sikap kritis tersebut dipunyai oleh sebuah komunitas! mungkin "ketidakadilan" akan bisa kita minimalisir. karena gugatan kaum kritis akan muncul dengan suara yang lantang.

Ali Syariati dalam Rasulullah SAW sejak hijrah hingga wafat mengatakan :"pandangan seseorang tentang alam terbentuk oleh wawasan masyarakatnya, baik yang fisikal maupun yang spitual". jadi, wawasan merupakan buah interaksi pemikiran manusia. maka, pendidikan merupakan sebuah sarana yang mendasar dalam membangun masyarakat yang kritis.

paulo praire seorang tokoh pendidikan dunia menyatakan bahwa pendikan mesti untuk memanusiakan-manusia. konsep ini lahir dari fenomena perlakuan negara yang ingin menghegemoni pendidikan supaya mengekor kepada penguasa. sedangkan manusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak dipunyai makhluk didunia ini.

jadi, pendidikan yang memanusiakan-manusia mesti berangkat dari kondisi hakiki dari manusia tersebut sebagai makhluk yang berpikir dan mepunyai pandangan senidri, jadi yang dibutuhkan adalah pendidikan yang memfasilitasi perkembangan pikiran dan perasaan manusia "bukan mengekang pikiran dan perasaan manusia"

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang kita butuhkan adalah peraturan yang tidak mengekang pikiran dan perasaan manusia. jika hal tersebut difaslitasi oleh negara. maka, akan lahir datuk bakar-datuk bakar baru dipelosok persadan nusantara ini.


semoga...

salam











Read More......

Senin, 31 Maret 2008

"TEORI RELATIFITAS" DAN KONFLIK

oleh :Pandong/31 Maret 2008


Fenomena konflik sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar, pemikiran tidak akan berkembang kalau koflik tersebut tidak ada. Teori “dialektika” merupakan sebuah filsafat yang membenarkan benturan/konflik tersebut dalam mencari sesuatu yang benar.


Pencarian kebenaran mempunyai banyak cara, salah satunya dengan pergulatan pemikiran. Berpikir secara mendasar merupakan titik awal pencarian tersebut. Seperti mempertanyakan diri. Siapa saya? apa itu manusia? dan lain sebagainya. Proses tersebut mengarahkan kepada penemuan tentang kehidupan yang lebih mendalam. Misalkan tentang asal-usul terciptanya makhluk dan jagad raya ini?. Sampai hari ini teori terciptanya jagad raya hanya sampai teori, belum menemukan sebuah hukum, yang merupakan sebuah kebenaran yang sudah diterima oleh akal sehat dan terbukti. Sebagaimana hukum grafitasi dan lain sebagainya.

Pemikiran tentang kebenaran pada objek-objek makhluk hidup yang ada didunia ini, secara lansung tidak akan melahirkan konflik. Tetapi, ketika pemikiran tersebut menyentuh masalah kebutuhan dan kepentingan manusia!!!. Maka, hal ini akan mengakibatkan terjadinya sebuah benturan yang bisa yang mengalirkan darah dimana-mana.

Hal tersebut akan tercipta ketika sebuah pandangan kebenaran, yang diyakini oleh sesorang “menegasi”-kan/menafikan pendapat orang lain dan meyakini kebenaran tersebut sudah final. Pemikiran bisa meningkatkan eskalasi dan memperbesar dampak konflik. Bahkan aliran darah bisa merubah sungai menjadi darah. Sebagaimana terjadi di Bosnia Herzegovia, perang salib, palestina untuk kontek nasional penyerangan oleh lascar Islam di jakrata, penistaan Nabi Muhammad SAW di Belanda.

Teori relatifitas ditengah-tengah konflik

Prinsip dasar konsep pemikiran relatifitas adalah : bahwa seluruh yang ada di jagadraya ini relatif, karena dia akan hilang dan sirna. Maka, dia tidak absolut/abadi. Sedangkan dalam konsep teologi mengajarkan adanya keabadian/absolut. Keabadian/absolut tersebut hanya dipunya oleh yang “MAHA”. Yakni yang maha pencipta adalah“TUHAN”.

Jadi, ketika seseorang meyakini bahwa pendapatnya sesuatu yang paling benar maka, ia telah menyalahi hakekatnya. Mana mungkin kebenaran absolut tersebut tercipta dari sesuatu yang relatif? Karena makhluk (manusia) yang menyatakan tersebut relatif.

Lantas bagaimana dengan konsep kebenaran agama?ke-ima-nan/keyakinan?

Dalam konsep ke-iman-an, juga menyatakan manusia tersebut relatif. Sedangkan absolut tersebut ada pada “TUHAN” pencipta langit dan bumi. Ketika pertanyaan tentang penciptaan jagadraya tidak terjawab. Maka, “TUHAN”memberikan petunjuk melalui “NABI” dan kitab-kitab-Nya. Sehingga manusia menyandarkan kebenaran tersebut pada-Nya. Jadi, tetap saja manuisa dalam posisi relatif.

Akan tetapi, sering terjadi sebuah penafsiran terhadap kitab suci oleh manusia yang relatif oleh manusia, untuk menyatakan bahwa tafsirannya adalah sebuah kebenaran. Secara teologi kitab suci itu absolut. Tafsiran terhadap kitab suci tersebut adalah relatif karena, tafsiran berasal dari manusia yang relatif.

Dengan dasar berpikir seperti itu, akan membuat kita lebih meyakini diri untuk terbuka dalam melakukan sebuah diskursus dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa mau memonopoli kebenaran yang harus dijalankan oleh semua orang. Konsep tersebut membuat kita lebih toleran dengan pandangan orang lain. Minimal kita tidak memaksakan diri bahwa pandangan kita mesti diterima oleh orang lain.

Kalau hal ini tercipta. Maka, hal ini merupakan titik awal dari kehidupan yang toleran. Sehingga potensi konflik bisa dipahami bersama, bukan dihilangkan. tetapi "dipahami" sehingga tidak mengakibatkan sungai berubah warna menjadi darah.

Semoga...



Read More......