Suku anak dalam di Dharmasraya sangat terbantu dengan kehadiran Perkumpulan Peduli di sana. Bermodalkan semangat dan keikhlasan, perkumpulan yang dipimpin Pandong Spenra ini rutin memberikan bantuan makanan, obat-obatan serta mengadvokasi pendidikan kepada 15 KK orang rimba di Sungai Janiah, Sungai Bulangan, Kecamatan Kotobesar dan Batang Bakur, Kecamatan IX Koto.
MOBIL Taft BM 1981 BA warna hitam yang dikendarai Pandong, tiba-tiba mogok di Nagari Kototinggi, Kecamatan Kotobesar, Rabu (20/6) malam. Saat itu,Padang Ekspres bersama anggota Perkumpulan Peduli baru saja pulang dari rimba, mengunjungi rombong suku anak dalam Marni di Bukit Bulangan.
Pandong pun segera turun dan membuka kap mesin. Alangkah terkejutnya dia, ternyata selang radiator bocor. Air di dalam radiator ternyata kering. “Lagi apes kita hari ini. Harus cari air. Perjalanan masih jauh ke Pulaupunjung,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Peduli ini.
Kami pun turun. Mobil didorong ke tepi jalan. Pandong segera meminta dua anggotanya, Rio Saputra dan Eko untuk menyetop pengendara yang melintas. Tujuannya, untuk boncengan mencari air ke rumah penduduk. Setelah menunggu 10 menit, barulah ada motor lewat. Pandong menyetopnya dan meminjam motor Ihsan, yang kemudian diketahui warga Sitiung IV. Beruntung, Ihsan pun berbaik hati meminjamkan motornya kepada Rio dan Eko.
Tiga kali Rio dan Eko bolak-balik meminta air ke rumah penduduk, dengan botol Aqua besar ukuran 1.500 ml. Beruntung, setelah diisi radiator dengan air, mobil pun bisa distarter kembali. “Ayo berangkat. Kita harus bergegas ke persimpangan Kototinggi.
Di sana, sudah ada kawan abang yang menanti. Kita naik mobil dia saja nanti ke Pulaupunjung,” ulas Pandong.
Benar saja, selama perjalanan, air terus menetes dari selang radiator. Lima menit perjalanan, kami pun sampai di persimpangan Kototinggi. Di sana, sudah ada teman menanti. Kami pun pulang dengan mobil Avanza ke Pulaupunjung. Mobil Taft yang rusak, ditinggalkan di persimpangan Kototinggi, dekat toko teman Pandong.
Itu hanya sekelumit kisah yang dihadapi Perkumpulan Peduli dalam menjalankan misi kemanusiaan, membantu suku anak dalam (SAD). Di sela-sela perjalanan pulang menuju Pulaupunjung, Pandong bercerita. Terbentuknya Perkumpulan Peduli ini diawali saat dirinya bersama Rio Saputra, Yoga (Ketua Pramuka SMAN 1 Kotobaru) dan Khairul (Ketua OSIS SMAN 1 Sitiung) melakukan perjalanan ke Gunung Sinabung, Sumatera Utara, Oktober tahun 2010. Mereka berencana membantu korban meletusnya Gunung Sinabung. Saat itu, bertepatan dengan H-1 Idul Fitri tahun 2010 M.
Di tengah-tengah orang berkumpul dengan keluarganya, mereka malah memilih untuk berbaur bersama pengungsi Gunung Sinabung. “Walaupun tetes air mata mengiringi kawan-kawan ketika telepon berdering dari orangtua masing-masing di malam takbiran. Saat itu, kami berpikir bagaimana untuk membantu korban,” kenang Pandong.
Aksi kemanusiaan Pandong cs dilanjutkan membantu korban bencana tsunami Mentawai. “Di Mentawai, kami mengumpulkan sumbangan untuk dibagikan kepada korban bencana. Setelah tiba di Dharmasraya kembali, kami juga mengumpulkan sumbangan di jalan lintas Sumatera, Gunungmedan serta mengumpulkan sumbangan dari sejumlah sekolah yang tersebar di Dharmasraya,” tutur alumni Fakultas Hukum UBH yang juga advokat ini.
Pengalaman ini menajamkan keyakinan Pandong cs, bahwa ketika kepedulian ditawarkan kepada siapa pun, maka kepedulian itu akan bisa merangkai perbedaan menjadi sesuatu yang indah. “Keyakinan ini perlu meluas. Makanya, kami mendidirikan wadah Perkumpulan Peduli,” ulas ayah dua anak itu.
Perkumpulan Peduli dideklarasikan, Senin, 20 Desember 2010 di Dharmasraya. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan rencana strategis program pada 14 Februari 2011. Perkumpulan Peduli mempunyai visi wadah perekat antarkomunitas. Perkumpulan ini memiliki lambang jabatan tangan berbentuk hati dari serpihan puzzel berwarna orange.
“Bagi kami, lambang ini berarti nilai kepedulian dapat menciptakan ikatan dari perbedaan. Kami juga mempunyai misi untuk mengembangkan pusat penelitian sosial kemasyarakatan, membangun pusat belajar masyarakat sipil untuk keadilan, membangun komunitas bantuan hukum dan penggalangan dana sosial untuk kemanusian,” tutur putra Ampangkuranji, Dharmasraya ini.
Pendampingan Orang Rimba
Pendampingan orang rimba berawal dari survei yang dilakukan Perkumpulan Peduli bersama SSS Pundi. Dalam survei tersebut, Pandong bertemu dengan Marni, kepala rombong orang rimba yang pernah dibawa Pandong ke Jambi dalam rangka program KKI-Warsi Jambi tahun 2008. “Pertemuan tersebut, membuat saya prihatin melihat hidup Marni yang jauh berbeda dengan dahulunya, karena telah terusir di sekitar kawasan perkebunan PT Andalas Wahana Berjaya (PT AWB),” ungkapnya.
Di kesempatan lain, Pandong pun bertemu dengan rombongan bidan di Sungai Janiah. “Awalnya, ia tidak mau difoto, bahkan mereka mencurigai kami ingin berbuat jahat. Mereka menuduh kami “endok mengculiek” (mau menculik) kepada rombongannya. Wajar, saat itu ibuk bidan belum mengenal kami,” tutur Pandong.
Waktu berlalu, dukungan pembiayaan dari pemkab dan pihak swasta untuk membantu suku anak dalam (SAD), tak kunjung dapat. Pandong tak kehabisan akal, ia pun segera menemui kelompok tani di Nagari Sungaiduo, Kecamatan Sitiung. Pandong pun berusaha untuk meyakinkan kelompok tani tersebut, berkomitmen membantu SAD dengan menyumbangkan sebagian gabah mereka untuk kami salurkan kepada SAD ketika mereka membutuhkan.
SAD mempunyai sifat kurang bagus ketika mereka dibantu, mereka akan berusaha untuk terus mendapat bantuan. “Hal ini kami pahami sebagai strategi mereka bertahan hidup. Dalam seminggu mereka bisa dipastikan datang ke sekretariat Perkumpulan Peduli, Kompleks Perumahan Gunung Sari. Pernah ketika itu, satu rombong SAD datang berturut-turut ke sekretariat, minta beras. Ketika itu, kami tidak punya uang. Terpaksalah, saya ambil tabungan istri untuk membantu mereka,” ulasnya.
Dalam prinsip peduli, Pandong mengutamakan masyarakat dampingan. “Dalam situasi tidak punya uang, kita mesti membelanjakan uang untuk mereka. Perasaan batin ini, kadang membuat kami menertawakan diri sendiri, apakah ini akan bermakna? Jika kita lihat dari sisi materi, maka kita akan separuh hati untuk mereka. Namun jika kita meletakkannya sebagai ibadah, maka akan menjadi amal yang nanti menggembirakan kita di hari akhir,” katanya.
Jaringan NGO
Perkumpulan Peduli sangat diuntungkan dengan adanya NGO Tranparancy International Indonesia (TII) yang mempunyai kegiatan mendorong pemerintahan yang baik di Kabupaten Dharmasraya. “Saat kegiatan pelatihan terakhir, TII menghibahkan kepada kami berupa alat-alat kantor dan buku-buku bacaan. Termasuk biaya awal sekretariat yang merupakan bantuan tidak langsung dari TII,” ujarnya.
Keberuntungan peduli berlanjut dengan adanya orang yang mau memberikan dua blok rumah untuk perkumpulan gratis sampai saat ini. “Kami hanya membayar tagihan listrik di sana,” tutur Pandong yang sudah banyak terlibat aktif di dunia NGO sejak 1998, di Padang, Jambi dan Jakarta.
“Kami ingin membangun perkumpulan ini berbasiskan sumber daya lokal termasuk dukungan finansial untuk beraktivitas. Untuk itu, kami mengundang kawan-kawan lebih banyak terlibat. Kami menawarkan program pendampingan masyarakat, mencari donatur. Alhamdulillah, saat ini sudah terkumpul donasi Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan. Jumlah tersebut cukup untuk operasional. Namun hal ini, tentu tidak akan cukup untuk kehidupan pribadi kawan-kawan yang berkumpul di sekretariat,” ungkapnya.
Untuk biaya hidup, ada di antara relawan membuka usaha pencucian motor, seperti yang dilakukan Rio Saputra. Melihat situasi tersebut, Pandong berinisiatif menghubungi teman-teman aktivisnya di NGO Padang, Jambi dan Jakarta tempat dahulu ia beraktivitas.
Upaya tersebut disambut baik, beberapa lembaga seperti KKI-Warsi yang memang peduli terhadap pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan orang rimba di Jambi, mau membantu. “Sekaitan dengan itu, kami juga dibantu dengan SSS-Pundi Sumatera, lembaga di Jambi yang mempunyai program untuk masyarakat marjinal, terutama SAD,” ulasnya.
Adanya bantuan dari komunitas NGO tersebut, sangat membantu pembiayaan Perkumpulan Peduli dalam berkegiatan. Walaupun secara program, hingga kini Perkumpulan Peduli tidak mempunyai ikatan program dengan pihak mana pun.
“Hal yang menjadi pokok pemikiran utama kami dalam melakukan kegiatan, yakni semakin berkurangnya kawasan hutan di Dharmasraya akibat pembukaan perkebunan dalam skala besar,” ujarnya.
Seperti diketahui, SAD menggantungkan seluruh kehidupannya dari hasil hutan. Ketika luasan hutan semakin berkurang, secara tidak langsung akan berdampak besar terhadap kelangsungan hidup mereka. “Makanya, kami perlahan memperkenalkan huruf dan angka kepada SAD. Ini menjadi salah satu bagian dari strategi kami, agar anak-anak SAD ke depan dapat bertahan hidup, ketika kawasan hutan itu punah,” terang anggota Perkumpulan Peduli, Rio Saputra.
Subjek lain yang selalu menjadi buah pemikiran Perkumpulan Peduli, bahwa SAD secara nyata merupakan suku yang dimarjinalkan dalam tatanan sosial kemasyarakatan. Begitu pula pemerintah, juga tidak melakukan upaya apa pun dalam mengayomi SAD. (***)
sumber: Padang Ekspres • Senin, 02/07/2012 13:46 WIB • SANNY ARDHY -- Dhamasraya • 272 klik